![]() |
SENAT MAHASISWA SEKOLAH TINGGI FILSAFAT KATOLIK LEDALERO PERIODE 2021/2022 SIE PUBLIKASI Maumere 86152 - Flores – NTT Sekretariat Jln. Raya Maumere-Ende. Mobile: semastfkledalero@gmail.com |
Yth. Mahasiswa-Mahasiswi se-Indonesia
Dengan hormat,
Dalam rangka menerbitkan Jurnal AKADEMIKA STFK Ledalero Vol. 20, No. 2, Januari-Juni 2022, Sie Publikasi STFK Ledalero menyelenggarakan perlombaan menulis artikel ilmiah. Tema yang diangkat dalam lomba ini ialah HOMO DIGITALIS. Tulisan-tulisan yang masuk akan diseleksi untuk selanjutnya dimuat dalam Jurnal AKADEMIKA. Adapun ketentuan berkaitan dengan format naskah, peserta yang ikut, penyerahan tulisan dan penentuan seleksi, sebagai berikut.


Contact Person (WhatsApp/SMS): Pance Dhae (081393740034) atau Melki Deni (082144629996) website: stfkledalero.ac.id
|
Ketua SEMA STFK Ledalero Sarnus Joni Harto |
Ketua Sie Publikasi Adelbertus Pontius Dhae |
|
Mengetahui, Dr. Philip Ola Daen |
|
Abstrak Tema:
ABSTRAK
Kita sedang berada dalam era digital. Dunia sepenuhnya terhubung dengan internet. Manusia suka tidak suka memasuki babak baru dalam sejarah peradaban. Jari (digitus) mengatur, dan mengendalikan nyaris semua aspek kehidupan manusia. Aktus jari tidak hanya memberi makna, tetapi juga menimba makna baru dari dalam kepada sejarah umat manusia baik dunia digital maupun dunia korporeal. Aktus jari tidak hanya memulihkan kelisanan peristiwa pada masa lampau dan/atau masa kini ke dalam teks digital, tetapi menentukan arah sejarah masa nanti. Aktus jari tidak hanya memberi kompas bagi peradaban umat manusia, tetapi juga mengemban tugas besar; masa lampau, masa nanti, dan masa kini manusia dan seharahnya. Kekinian merupakan kenantian dari kelampauan.
Kita berkomunikasi, mengikuti pertemuan, mengadakan seminar, melangsungkan perkuliahan, sekolah, berbisnis, dan/atau berdoa tidak mesti hadir secara presen, tetapi bisa juga telepresen[1] atau kehadiran jarak jauh lewat platform-platform digital seperti Facebook, WhatsApp, Line, Telegram, TikTok, zoommeting dll. Kita mungkin tidak hadir atau berada secara fisik di wilayah lain, tetapi foto, gambar, tulisan, dan video kita diakses, ditonton, dan dilihat di mana-mana. Kita tidak perlu membeli tiket pesawat yang mahal, memikirkan penginapan mewah, dan tempat-tempat wisata untuk dapat melihat Amerika Serikat, sebab Amerika Serikat dapat ditemukan, dan dijelajahi dari sudut ke sudut kapan dan di mana saja di jagat digital itu. Kita mungkin tidak hadir secara fisik di mana-mana, tetapi tubuh digital kita hadir di mana-mana (omnipresen). Orang-orang di luar sana tidak perlu menyaksikan, dan mendengar kita sedang menangis, tetapi ketika kitamengklik dan mengunggah caption, stiker atau emotikon menangis, mereka langsung tahu kita sedang menangis.[2]
Manusia menyalakan lampu hijau di media sosialnyaris sepanjang 24 jam. Apabila manusia tidak memasuki ruang digital, ia mendadak kesepian, kehampaan dan seolah-olah kehidupan tidak memiliki arti lagi. Apabila manusia tidak mengklik tombol-tombol digital, ia mendadak paceklik—masa sepi.[3] Di ruang digital dengan bantuan pulsa sebagai pulse, denyut jantung digital, manusia dapat bernafas, beraktivitas, dan merancang baru masa depannya. Manusia memperjuangkan kelanggengan entitas korporeal dan serentak entitas digitalnya.[4]
Akhir-akhir ini kita semua tahu dan sungguh mengalami sumbangsih platform-platform digital, terutama di tengah pandemi covid-19 ini. Nyaris segala sesuatu dimungkinkan berkat revolusi digital ini. Revolusi digital telah banyak mempermudah kehidupan manusia, memperlancar bisnis, dan profesi ktia, memepercepat proses belajar, menghibur dan meningkatkan kualitas kehidupan kita.[5] Meskipun demikian kita tetap perlu mengambil sikap kritis, berpikir dan bertindak rasional, dan tetap mempertimbangkan etika dalam menggunakan platform-platform digital ini.
Revolusi digital terus “bertumbuh”, “memperbesar” dan “berkembang” dalam dirinya sesuai dengan algoritmanya. Semakin manusia aktif memakai internet, data diri manusia makin diketahui oleh sistem pengawasan digital perusahaan-perusahaan media, yang pada gilirannya akan berbalik menjadi kontrol dan modifikasi perilaku mereka.[6] Manusia menciptakan algoritma dalam teknologi digital, tetapi kemudian manusia diatur, dan dikendalikan oleh algoritma teknologi itu. Manusia rentan mengalami disorientasi, kebabalasan, hinggakaburnya prospek masa depan. Gaya hidup manusia semakin terfragmentasi di era revolusi digital ini. Hal ini tampak persoalan-perosalan, seperti terorisme, radikalisme dan fundamentalisme agama, populisme agama, hoaks, fake news, perempuan dan anak-anak yang diperdagangkan dan dieksploitasi secara seksual, prostitusi online, militerisme, mafia tanah, buzzer, akun bot, petaka pinjol, pornografi, plagiarisme, bisnis simbol/label, dan fenomena negara proteksionis. Itu semua merupakan wabah abad ke-21 ini, selain Covid-19.Inilah kejutan dari proyek manusia digital (Homo Digitalis) beserta ambivalensi, dan paradoksalnya.
Berdasarkan problem pelik dalam upaya menyembuhkan dan membebaskan manusia dari cengkeraman teknologi digital dan algoritmanya yang kompleks, SIE PUBLIKASI Senat Mahasiswa (SEMA) Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, Maumere, NTT mengangkat tema “HOMO DIGITALIS”. Tema ini memantik mahasiswa/mahasiswidi seluruh Perguruan Tinggi Nasional untuk mengemukakan pemikiran-pemikiran menarik dan kritis berkaitan dengan HOMO DIGITALISdengan pisau analisis ekonomi-politik, filosofis, sosiologi, teologi, sains, dst. (Melki Deni)
[1]F. Budi Hardiman, Aku Klik maka Aku Ada. Manusia dalam Revolusi Digital (Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius, 2021), hlm. 42.
[2] Di sini emotikon, stiker, simbol, lambang, atau label memiliki pengertian, kekuatan, dan kekuasaan tertentu. Misalnya, label Fly Emirates, Oppo, Iphone, Alfamart, Lazada, Shopee, bukalapak, tokopedia dll. Simbol, lambang, atau label adalah alat kekuasaan itu sendiri. Dengan mengklik tombol platform digital itu, dan bahkan sambil rebahan, kita dapat menjalin hubungan bisnis, mencipakan uang, dan menjual-beli saham.
[3]Paceklik merupakan istilah yang dipakai dalam dunia bisnis perdagangan. Revolusi digital juga merupakan bisnis perdagangan, atau jual beli saham secara virtual.
[4]F. Budi Hardiman, op.cit., hlm. 158-159.
[5]Ibid., hlm. 9-10.
[6]Agus Sudibyo, Jagat Digital. Pembebasan dan Penguasaaan (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2019), hlm. 232.
SHARE THIS
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Vestibulum volutpat tortor nec vulputate pe0
Cras consectetur suscipit nisi a fermentum. Class aptent taciti sociosqu ad litora
Vivamus convallis lobortis dolor, eu varius ipsum tincidunt sed. Suspendisse sit amet ante ullamcorp0
Nulla vitae urna orci. Nunc at dictum ligula, vel suscipit nunc.
© Copyright 2025 by Ledalero Institute of Philosophy and Creative Technology - Design By Ledalero Institute of Philosophy and Creative Technology

